Wellcome

Wilujeng sumping di jendela STIE Muttaqien Purwakarta, apa adanya tapi gagah

Senin, 16 Juni 2008

MARI BERPIKIR SMART

Indonesia konon katanya, sebuah negeri yang subur makmur loh jinawi, kertaraharja, air mengalir dari hulu sampai muara dengan begitu jernihnya, menghilangkan dahaga tetumbuhan, yang hijau lebat dan berbuah ranum. Karena itu, wajar jika pandangan semua bangsa kepada negeri ini, sangat kaya dengan berbagai hasil buminya.
Selain itu ditambah dengan timbunan tambang emas, timah, nikel, dan energi perut bumi lainnya, yang meluas dari mulai sabang sampai merauke. Membuat semua tuan dan noni eropa tergiur untuk memilikinya. Sampai-sampai mereka rela, beratus-ratus tahun tinggal, di bumi pertiwi ini. Apa alasannya, hanya ingin menikmati dan memiliki semua seisi keindahan dan kekayaan negeri ini.
Ironisnya, semua itu tidak disadari oleh sang pribumi, semua terlena dalam 'keterbelekangan', namun, setidaknya ada beberapa gelintir dari bangsa ini, yang memiliki rasa cinta terhadap negerinya, sampai mereka berani mengorbankan hidup dan kehidupannya, demi nusa dan bangsa. Sepintas mereka seolah datang dari kalangan nasionalis murni, tapi jangan salah, mereka justru berakngkat dari, sebuah gubuk yang reyot, dengan hanya beralaskan tanah serta beratapkan, pelepah kelapa. Tapi semangat mereka berkobar dan berkibar, hanya dengan satu dorongan dari jiwa yang suci, dengan berlandaskan sebuah kitab suci, yaitu "Al-Quranul Karim".
Lagi-lagi, bangsa di negeri ini lupa, dan tak tahu terima kasih, jika kebangkitan negeri ini dibidani oleh sekelompok, laki-laki dengan pakaian putih khasnya, dan selalu tak lepas dari menggenggam butiran tasbih yang mengurai kebawah. Bangsa ini hanya memunculkan, sisi jelek dari kelompok, yang justru ,ilitan dalam memperjuangkan negeri ini. Mereka hanya mempropagandakan, kehidupan kiayi dan santri, dalam sebuah pandangan mata memicing, kekotoran, kejorokan, serta semua penyakit yang bersarang ditubuh mereka, dikarenakan kejorokan tadi.
Kini, hal tersebut terulang kembali, ulama dan sederet aktivis muslim, selalu menjadi 'mainan' mereka, sang kiayai dan para santrinya diploting, supaya menjadi kalangan yang arogansi dan radikal tak mengarah, dengan dibekali sebuah kepalsuan kata 'jihad' yang tak menentu juga alang ujurnya. Sangat ironis, memang bangsa, yang sejak kecil dibesarkan serta dibangkitkan oleh bapak-bapak mereka dari surau, tajug dan majeleis ta'lim, kini mereka menikam para gurunya sendiri.
Karena itu, mari kita berpikir smart, mulailah, menjadi sosok negeri yang tak melihat ke depan selalu, tapi juga tidak lupa menjadikan masa lalu sebagai pelajaran, tapi bukan berarti menjadi sosok yang hanya merindukan sebuah nostalgia masa lalu yang indah saja. Kini, sebagai bangsa yang telah dibekali semua fasilitas kebebasan dan terlepas dari keterkukngkungan feodalis, imperalis dan kolonialis, sudah selayaknya membangkitkan kembali semangat para kiayai dan santri dahulu, berjuang hanya demi nusa dan bangsa, dengan berlandaskan kepada ajaran yang tak lekang kepanasan, dan tak lapuk pehujanan.
selayaknya pula, bangsa ini bukan terpuruk dari keterpurukan yang membosankan, tetapi mari berpikir jernih dan elegant, tidak kaku oleh seabreg aturan birokrat yang menyesakkan dada, tapi juga tidak seliar banteng hutan, yang membabi buta. **rd_Wallahu A'lam Bi Ash-Shawab**

Tidak ada komentar: